Senin, 11 Januari 2010

Pilkades Pertamaku

Minggu, 10 Januari kemarin, di desaku diselenggarakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) untuk masa jabatan 6 (enam tahun) ke depan. Pilkades ini diikuti oleh 3 (tiga) orang calon, satu dari kampung tempat tinggalku (incumbent), dan dua lagi dari kampung tetangga.

Pilkades kemarin itu, adalah kali pertama aku ikut memberikan suara. Pada Pilkades sebelumnya, aku tidak sempat memberikan suara karena sedang berada di luar kampungku. Tapi kemarin, aku mempunyai waktu luang untuk menunaikan hak aku sebagai warga masyarakat yang mempunyai hak pilih guna menentukan perjalanan desaku enam tahun ke depan.

Hajatan demokrasi yang digelar di desaku kemarin adalah "the real democracy" yang dipentaskan warga sebuah penduduk desa. Calon yang bertarung sebelumnya telah menyampaikan visi, misi, dan program mereka di hadapan warga masyarakat (difasilitasi oleh Panitia Pemilihan di masjid-masjid yang ada di setiap kampung). Bukan hanya menyampaikan visi, misi dan program kerja, ketiga calon pun melakukan tanya jawab langsung dengan warga masyarakat.

Yang menarik, calon incumbent (yang berasal dari kampungku itu) kalah suara oleh calon baru yang sama sekali buta dengan pemerintahan desa. Politik uang rupanya menyihir warga masyarakat untuk segera lupa dengan gaya kepemimpinan calon incumbent dan segera dihinggapi rasa benci yang tak beralasan.

Sayang, the real democracy di desaku diwarnai politik uang, rupanya model-model yang diperankan para pemangku negara ini menghinggapi juga para tim kampanye. Akibatnya walaupun berlangsung cukup aman, tapi Pilkadesku ternoda oleh ulah oknum-oknum yang membodohi warga masyarakat dengan iming-iming uang dan atau barang (yang tak seberapa).  

Minggu, 16 Agustus 2009

Sepenggal Cerita di Teropong Timur

Sekretariat HMCH di Teropong Timur
Waktu itu, sore hari, 18 Agustus 2001, selepas menyelesaikan registrasi – hari terakhir – sebagai mahasiswa baru di BAAK UPI, saya mendapati dua pengumuman, pertama bahwa setiap mahasiswa FPIPS wajib registrasi di Sekretariat BEM FPIPS dan kedua “setiap mahasiswa Jurusan PKn wajib registrasi ke himpunan”. Masing-masing dilengkapi dengan petunjuk arah yang sengaja menggiring setiap mahasiswa untuk sampai ke masing-masing gedung yang menjadi sekretariat kedua lembaga kemahasiswaan tersebut. Saya mencoba mengikuti alur registrasi yang disampaikan dalam pengumuman-pengumuman itu, beberapa mahasiswa “senior” menjadi tempat untuk saya bertanya kedua tempat registrasi itu.

Singkat cerita, setelah mengikuti alur registrasi dan kebaikan seorang “senior” yang saya tanya di sekitar selasar ruang kuliah Jurusan Pendidikan Ekonomi – waktu itu dekat gedung Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dan Kantin IPS – saya berniat untuk registrasi di himpunan mahasiswa Jurusan PKn. Senior itu jelas-jelas menunjuk ke arah di mana di tempat itu ada sebuah gedung sekretariat kemahasiswaan yang saat itu masih ramai oleh beberapa “senior” yang sedang mewawancarai mahasiswa baru. Di gedung itu tertulis Himpunan Mahasiswa Civics Hukum “Democratic, intelligence, and religious”. Atas dasar petunjuk seorang “senior” tadi, saya memberanikan diri berjalan mendekati gedung itu, Nampak ada seorang senior yang keluar dari ruangan dan bertanya “hey, kamu rek kamana?”. Sambil menunjukkan dan menyerahkan format isian mahasiswa baru dari BEM FPIPS saya jawab “saya mau registrasi ke himpunan”, “Geus ka fakultas can?” Tanyanya lagi, “Fakultas?” pikir saya waktu itu. Belum sempat saya jawab “geus maneh ka fakultas heula ke kadieu deui” sambil terus masuk ke ruangan sekretariat yang di atasnya tertulis jelas Himpunan Mahasiswa Civics Hukum.

Dari gedung itu, selanjutnya saya berjalan melewati lapangan Gedung Garnadi – sekarang jadi tempat parkir motor – dan saya baca “Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial”. Dalam hati saya “apa ini yang dimaksud fakultas oleh “senior” itu?, tapi da teu aya aktivitas mahasiswa”. Saya coba jalan lagi dan ternyata menemukan petunjuk arah BEM HMCH, saya ikuti dan sampai di gedung Sekretariat BEM FPIS, di belakang Asrama Putra II, depan Gedung P3MP. Setelah selesai proses registrasi di BEM FPIPS, selanjutnya saya kembali ke gedung tadi – ingat ucapan senior di gedung itu “ke mun geus ti fakultas ka dieu deui”.

Sesampainya di himpunan itu, saya ditanya “Mau ke mana?”, “Mau apa?” Saya bilang saya mau registrasi ke himpunan Jurusan PKn, mereka bilang, ini Himpunan Mahasiswa Civics Hukum, bukan Himpunan Mahasiswa Jurusan PKn, kalau mau ke Jurusan PKn tuh ke atas – sambil menunjuk ke Gedung Garnadi – tapi saya sampaikan bahwa tadi di bawah saya harus registrasi ke himpunan, terus seorang senior yang baik hati mengarahkan saya ke gedung ini, di sini tadi ada senior yang sudah menyuruh saya untuk ke fakultas dan selepasnya nanti kembali lagi ke gedung ini –.

Singkat cerita saya diperbolehkan masuk ruangan – tentu sebelumnya ada proses yang harus dilewati? – Di dalam ruangan itu, akhirnya saya tahu bahwa himpunan mahasiswa untuk Jurusan PKn adalah HMCH. Di dalam ruangan itu, saya diwawancarai oleh para panitia penerimaan mahasiswa baru, waktu itu (yang saya ingat) ada Haris Nugraha (haris jabrig), Mas Firman (sering panggil angkatan saya dengan doa rebo sato), Teh Nia (kini alm), Teh Dedeh, Teh Mia (angkatan 1999). Saya diwawancara sampai menjelang maghrib. Setelah itu, saya dibekali beberapa tugas, yang harus dikumpulkan hari Senin tanggal 20 Agustus 2001. Awalnya saya tenang-tenang saja, baru sadar di rumah kalau hari Senin yang dimaksud hanya terselang satu hari saja, padahal tugas yang diberikan cukup merepotkan juga. Sabtu itu, merupakan kali pertama saya ke himpunan. Kali kedua adalah pada saat mahasiswa jurusan PKn dikumpulkan oleh pengurus himpunan pada hari Senin, 20 Agustus 2001 itu untuk kemudian siang harinya kami bergabung dengan seluruh mahasiswa yang berada di Fakultas PIPS.

Setelah proses registrasi selesai, dan perkuliahan sudah dimulai, aktivitas ke himpunan rasanya jarang saya lakukan, lebih banyak saya kumpul dengan teman-teman, main bareng ke kost-an, atau kalaupun ke himpunan hanya untuk memenuhi format perkenalan dengan senior yang membutuhkan identitas dan tanda tangan mereka yang kebetulan berada di himpunan.

Dua tahun di Teropong Timur
Seiring perjalanan waktu, perkenalan saya dengan himpunan semakin dekat terlebih mulai akhir semester kedua. Menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Sdr. Dian Sudiono sebagai Presiden, HMCH menggelar Mumas HMCH yang diantara tugasnya adalah meminta pertanggungjawaban Presiden dan memilih Presiden baru HMCH. Mumas itu kemudian menetapkan empat orang calon Presiden BEM HMCH, masing-masing adalah Cep Hari Hardiansyah, Zendri Waluya, Yusef Kurnia Fariddudin (masing-masing dari angkatan 2000), dan Usep Saefurrohman (angkatan 2001).

Dalam pemilihan presiden yang diselenggarakan secara langsung itu, Usep Saefurrohman memperoleh suara terbanyak dan terpilih menjadi Presiden Baru BEM HMCH. Kemenangan Usep yang angkatan 2001 itu, (mungkin) kali pertama tingkat dua menduduki jabatan presiden, sebelumnya (bahkan seterusnya – yang saya tahu) yang menjadi pucuk pimpinan di himpunan selalu mahasiswa tingkat tiga.

Kepengurusan HMCH waktu itu hanya dipegang oleh satu angkatan (2001), kakak kelas kami (2000) bergabung di DPM menjalankan fungsi legislasi. Saya diminta Usep untuk duduk sebagai Sekretaris Umum. Pengurus yang baru disusun sudah harus mempersiapkan proses penerimaan mahasiswa baru. Pengurus yang aktif ke himpunan untuk mempersiapkan penerimaan mahasiswa baru itu adalah Presiden dan saya sendiri sebagai sekretaris umum, sementara yang lainnya memilih untuk berlibur dulu di daerah masing-masing – angkatan 2001 tidak seperti angkatan 2000 yang mengikuti perkuliahan Semester Padat (waktu itu kali pertama SP di jurusan PKn).

Karena aktifitas Usep yang cukup padat sebagai tenaga pengajar pada lembaga pendidikan At-Taqwa di KPAD, saya yang waktu itu tinggal di Masjid Al Barkah di Gerlong Hilir, hampir setiap hari pulang pergi antara himpunan dan masjid (saya juga harus ngajar di TK dan TPA Al Barkah, sekaligus ngurus masjid). Selama tiga bulan aktivitas saya seperti itu, bolak balik himpunan dan masjid. Tapi, pada saat mempersiapkan kegiatan LDKM untuk mahasiswa angkatan 2002, saya tidak lagi dapat membagi waktu antara masjid dan himpunan, saya lebih banyak berkonsentrasi di himpunan. Sejak itu, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan menjadi pengajar di TK dan TPA Al Barkah karena waktunya sering tersita untuk urusan himpunan.

Himpunan adalah tempat untuk para pengurus berkumpul, mengadakan rapat, berdiskusi, termasuk tempat main juga. Tetapi bagi saya himpunan bukan sekedar sebagai sekretariat, melainkan tempat tinggal saya sejak tidak menjadi pengajar di Al Barkah. Selama tinggal di himpunan itu, pagi-pagi saya harus sudah bangun, ambil air wudhu untuk shalat subuh, atau bahkan langsung mandi. Awalnya, air tersedia melimpah di kamar mandi Lantai Dasar Gedung Garnadi atau di sekretariat Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang, yang gedungnya bersebelahan dengan Gedung Garnadi. Setelah beberapa waktu, air tidak tersedia lagi di tempat itu – saya tidak tahu karena apa – hanya yang jelas kalau siang hari, air itu akan tersedia lagi dan kemudian tidak ngocor lagi menjelang maghrib sampai pagi hari. Karena kondisinya seperti itu, untuk keperluan wudhu untuk shalat subuh, saya ambil dari bak penampungan air di Gedung Garnadi (di belakang Gedung) saya mengambil satu ember hanya untuk keperluan wudhu, sedangkan untuk mandi saya pergi ke Masjid Al-Furqon. Air untuk wudhu dari bak penampungan pun kemudian tidak tersedia lagi, karena penutup bak penampungan itu digembok paten, karenanya setiap pagi itu saya menuju gedung P3MP, di belakang Asrama Mahasiswa II, atau ke kamar mandi di Gedung FPIPS bawah – untuk bisa ambil air di kamar mandi itu harus bawa lilin, karena kamar mandinya sudah lama tak dialiri cahaya listrik – Di tempat itu juga tidak berlangsung lama, karena kondisi kamar mandi yang semakin hari kian memprihatinkan, tak terurus. Sering saya numpang wudhu atau mandi di kamar mandi Aspa I dan Aspa II. Terakhir saya mengambil wudhu sekaligus mandi di masjid Al Furqon – ini tempat yang paling nyaman. Selepas mandi dan shalat shubuh (biasanya) aktifitas selanjutnya adalah beres-beres himpunan, sehingga pada saat mahasiswa datang untuk kuliah, himpunan sudah bersih dan enak dipandang.

Siang hari di himpunan biasanya diisi oleh aktifitas himpunan, atau aktifitas mahasiswa menunggu kuliah, atau hanya untuk sekedar diskusi dan ngobrol-ngobrol. Sore hari, ketika mahasiswa pada pulang ke kost-annya/rumahnya masing-masing, kalau tidak sedang ada kegiatan biasanya himpunan kosong, yang tinggal hanya saya dan beberapa mahasiswa yang sama-sama menjadi penghuni masing-masing himpunannya, terutama tetangga dekat yang tinggal di Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi (HMJP). Malam hari biasanya saya manfaatkan untuk menyelesaikan beberapa tugas – di himpunan ada komputer himpunan, jadi bisa dimanfaatkan -. Pada awal-awal saya tinggal di himpunan, yang menginap di himpunan tidak hanya saya, tetapi ada pula kang Rouf (‘98), Cecep Risdianto (‘99), Haris (2000), Agus Babad (2000), Goleks (2000), Devi (2001), Usep Tiroy (2001), dan lainnya. Biasanya kalau sedang ngumpul bareng, kami akan ngaliwet dan makan bareng. Kang Rouf yang ’98 itu pinter ngaliwet dan selalu jadi yang pertama untuk patungan beli lauk pauknya (sarebu pertama tah!). Tapi, satu tahun terakhir, yang tinggal hanya saya ditemani Haris dan Agus Babad – mereka berdua datang ke himpunan sekitar jam 9 atau jam 10 malam, nonton, tidur, dan kemudian pulang lagi ke kost-an mereka pagi hari.

Aktifitas itu berlangsung selama hampir dua tahun, terlebih karena pada tahun kedua (Mei 2003) saya terpilih sebagai Presiden BEM HMCH untuk periode 2003/2004, dan satu hal yang terpenting, karena saya tidak memiliki kost-an, hehe….

Pada saat tulisan ini dibuat, sekretariat HMCH yang beralamat di Gedung Teropong Timur Kampus UPI sedang dalam proses pembongkaran demi penataan kampus UPI yang semakin nyaman dan elok dipandang. Terlepas dari semua itu, himpunan dan semua cerita yang melingkupinya menyimpan kenangan yang menarik bagi saya. Himpunan bukan saja sekretariat lembaga kemahasiswaan tingkat jurusan, tetapi rumah kedua saya selama kuliah.

Terimakasih HMCH ku, terimakasih gedung teropong timur ku.

Minggu, 05 Juli 2009

Give Thanks to Allah

Give thanks to Allah,
for the moon and the starsprays in all day full,
what is and what wastake hold of your iman
dont givin to shaitan oh you who believe please give thanks to Allah.
Allahu Ghefor Allahu Rahim Allahu yuhibo el Mohsinin,
hua Khalikhone hua Razikhone whahoa ala kolli sheiin khadir

Allah is Ghefor
Allah is Rahim
Allah is the one who loves the Mohsinin,
he is a creater,
he is a sistainer and he is the one who has power over all.

Give thanks to Allah,
for the moon and the starsprays in all day full,
what is and what wastake hold of your iman
dont givin to shaitan oh you who believe please give thanks to Allah.
Allahu Ghefor
Allahu Rahim
Allahu yuhibo el Mohsinin,
hua Khalikhone hua Razikhone whahoa ala kolli sheiin khadir

Allah is Ghefor
Allah is Rahim
Allah is the one who loves the Mohsinin,
he is a creater,
he is a sistainer and he is the one who has power over all.

Senin, 29 Juni 2009

God Bless

Merayakan ulang tahun yang ke-36, God Bless group band yang tetap konsisten dengan mengusung aliran rock meluncurkan album ke-6 yang bertitle God Bless 36. Album God Bless 36 ini direlease setelah band ini sempat vakum tidak masuk dapur rekaman selama 12 tahun walaupun selama 12 terakhir mereka tetap aktif tampil di panggung.

Terdapat empat buah lagu baru dalam album yang berisi 10 lagu ini. Empat buah lagu baru God Bless tersebut dalah NATO (No Action Talk Only), Prahara Timur Tengah, Pudar dan Biarkan Hijau. Walaupun saat ini personel God Bless rata-rata telah berusia 60-an tahun, mereka tetap bersemangat dan menampilkan kualitas musikal mereka yang sangat hebat.

Pada album ini God Bless hadir dengan formasi Ian Antono (gitar, 59 tahun), Donny Fattah (bass, 61 tahun), Ahmad Albar (vokal, 60 tahun), Abadi Soesman (kibor, 61 tahun) dan Yaya Muktio (drum, 51 tahun).

Nato - Download Prahara Timur Tengah Download; Karna Kuingin Kau Bahagia Download; Biarkan Hijau - Download; Pudar - Download; Jalan Pulang - Download; Sahabat - Download; Syair Untuk Sahabat - Download; Dunia Gila - Download; Rock n Roll Hidupku - Download.

Selasa, 09 Juni 2009

Geus weh akang nu ditelitina, nya?

Kalimat itu muncul dari beberapa mahasiswa jurusan PKn UPI yang hari ini, Selasa, 09 Juni 2009 melakukan pengamatan tentang fenomena pelanggaran di kawasan Pasar Baru Trade Center Bandung. Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 10.00 pagi itu merupakan pelaksanaan Praktikum Mata Kuliah Kriminologi yang dibina oleh Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si., dan saya sebagai asistennya. Praktikum itu akan mengungkap bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi di kawasan Pasar Baru, seperti berjualan di bahu jalan, berjualan di trotoar, menyebrang bukan pada tempat penyeberangan, becak yang melawan arus jalan, parkir kendaraan yang tidak pada tempatnya, dan sebagainya. Dari bentuk-bentuk pelanggaran itu kemudian akan diungkap mengapa pelanggaran itu terjadi dan bagaimana alternatif solusinya.

Saya dan rombongan mahasiswa (semuanya 46 orang) yang baru turun dari Bus Kota nyebrang jalan bukan pada tempat semestinya (zebra cross/jembatan penyeberangan) yang tersedia. Mahasiswa yang sedianya akan melihat pelanggaran yang dilakukan orang lain justru disuguhi pelanggaran oleh dosennya sendiri, "geus weh akang nu ditelitina, nya?, pan akang ge ngalanggar aturan!". Ah, dengan berbagai jurus, saya pun melakukan pembelaan -karena jembatan penyeberangan jau, zebra cross jauh, biar cepat sampai, dsb. (Barangkali itu juga yang ada di benak mereka yang sama-sama melanggar....hehe...).

Setelah semua mahasiswa menyebar untuk menemukan berbagai bentuk pelanggaran dan mengungkap alasan-alasannya, tepat waktu dzuhur semuanya menghentikan kegiatan pengamatan, untuk kemudian melaksanakan shalat dzuhur berjamaah di Masjid Pasar Baru. Kegiatan diakhiri makan bareng di Ampera.

Kumaha hasilna, barudak?